Pacaran Kemudian Menikah

·

6 min read

Pacaran Kemudian Menikah

Aku yakin bahwa kamu sebagai pembaca sudah tau persis seperti apa pacaran itu, apa yang ada didalamnya, aktifitas apa saja yang dilakukan didalamnya dan sekaligus apa hukumnya didalam Islam.

Sebelum membahas apa jadinya jika dua pasangan haram yang tadinya pacaran kemudian menikah, seharusnya kita memisahkan terlebih dahulu aktifitas pacaran, menikah, dan bahkan sampai kehidupan setelah menikah. Tentunya masing-masing memiliki konsekuensi hukumnya tersendiri.

Baik, mari kita bahas sedikit tentang hukum syara', karena jika kita berbicara tentang Islam maka kita harus kembali pada hukum syara'. Seperti yang telah kita ketahui, hukum syara' itu ada 5, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan ada yang haram. Setiap perbuatan manusia pasti memiliki hukum syara'nya, dan setiap perbuatan manusia memang harus selalu terikat dengan hukum syara'.

Pacaran

Jika kita kaitkan dengan hukum syara', menurut kamu sebagai pembaca yang aku yakin akan menggunakan akal sehat dengan maksimal, aktifitas pacaran kira-kira masuk kedalam hukum syara' yang mana? Apakah mubah, halal, makruh, sunnah atau justru wajib?

Tentu, hukum pacaran adalah haram dan pacaran adalah perbuatan yang tergolong mendekati zina. Dan kamu pasti tau firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam QS. Al-Isra' ayat 32.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra' ayat 32)

Lantas, bila ada sepasang kekasih yang sebelum menikah mereka berpacaran terlebih dahulu, melakukan aktifitas chattingan, pegangan tangan, gandengan, pelukan dan seterusnya, tentu itu semua adalah aktifitas-aktifitas yang haram dan memiliki konsekuensi dosa.

Setiap dosa tidak hanya dibalaskan nanti di akhirat, setiap kemungkaran yang kita lakukan balasannya juga bisa dibayarkan secara kontan di dunia.

Dan ternyata setelah melakukan semua aktifitas haram itu, sepasang kekasih tersebut akhirnya memilih jalan yang serius yaitu menikah.

Menikah

Sesuai hukum syara' dalam Islam, secara umum menikah sendiri hukumnya adalah sunnah karena ini merupakan aktifitas yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam namun tidak ditegaskan (diwajibkan). Tapi ternyata, menikah pun dapat menjadi wajib.

Para Ulama menetapkan hukum menikah itu berdasarkan keadaan dan niat pelaku (calon pengantin), ada 5 hukumnya, diantaranya dapat menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh pun dapat menjadi haram.

Menikah adalah aktifitas yang InsyaAllah diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan dapat membuahkan pahala. Baik, kita contohkan hukum menikah ini menjadi wajib, karena ternyata kedua pasangan (yang pacaran) sudah semakin dekat dan bahaya jika tidak segera diikat dengan pernikahan.

Mungkin misalnya ada kemungkinan akan terjadinya perzinaan, maka menikah akan menjadi sebuah akad yang akhirnya mengesahkan antara kedua pasangan haram tadi dan tentu InsyaAllah akan berpahala. Tapi pertanyaannya adalah,

Apakah Dosa Pacarannya Akan Diampuni?

Apakah kemudian dosa sepasang kekasih tadi otomatis diampuni karena terjadinya sebuah akad pernikahan, atau harus ditaubati terlebih dahulu?

Berbicara tentang dosa dan pahala, sepenuhnya itu adalah hak perogratif dari Allah subhanahu wa ta'ala, Allah-lah yang menetapkan dosa dan menetapkan pahala. Hanya saja mungkin, ini adalah sesuatu hal yang berbeda. Pacaran kemudian menikah merupakan 2 aktifitas yang secara hukum sangat berbeda, ini tidak saling berkaitan.

Jadi, semisal yang laki-laki pernah berpacaran dengan banyak perempuan, lalu didalamnya banyak melakukan dosa-dosa, apakah dengan menikah akan secara otomatis dosa-dosa sebelumnya diampuni? Atau sebaliknya, semisal yang perempuan juga pernah punya banyak pasangan, apakah otomatis jika menikah dengan salah satu (dari semua laki-laki yang dipacari) dosanya diampuni?

Disini aku tidak berfatwa, sependek pengetahuanku, tentu tidak akan secara "otomatis" diampuni.

Meminta Ampunan Dari Dosa Sebelum Pernikahan

Lantas bagaimana untuk meminta ampunan dari dosa-dosa yang pernah dilakukan selama pacaran sebelum akhirnya melakukan pernikahan, kemudian bagaimana seharusnya menjalani kehidupan berumah tangga setelah sebelumnya berpacaran?

Tentunya harus dengan bertaubat terlebih dahulu kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Yang ingin aku sampaikan disini adalah, ketika jalannya sudah baik, mengambil jalan pernikahan, maka baiknya harus dilanjutkan dengan jalan kebaikan (ketaatan) pula. Pernikahan merupakan salah satu bentuk ketaatan, dan ketaatan itu harus dilanjutkan dalam kehidupan berumah tangga.

Berumah Tangga

Seperti apa berumah tangga yang baik dalam Islam, adalah ilmu yang harus dipelajari dan kemudian diamalkan. Tentu jika ini dijalankan dengan baik dan benar, maka InsyaAllah, mudah-mudahan Allah memberikan keridhoan dan keberkahan dalam rumah tangga.

Karena jika sepasang kekasih berumah tangga namun bukan dengan cara Islam (tanpa ilmu), maka yang terjadi adalah tidak akan ada keberkahan didalamnya, karena rumah tangga tersebut tidak dijalankan sesuai dengan syariat Islam.

Ketika ada masalah ekonomi misalnya, maka bisa saja terjadi pertengkaran bahkan bisa sampai perceraian, begitupun dengan masalah yang lainnya. Ketika suami dan istri tidak satu frekuensi dalam menghadapi permasalahan, atau misalkan mereka satu frekuensi namun tidak didasari dengan syariat Islam, maka ini adalah masalah yang besar.

Lalu bagaimana caranya agar rumah tangga diberkahi? Tentunya dengan berumah tangga sesuai dengan syariat Islam, sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka disini, jelas kuncinya adalah bagaimana caranya supaya suami dan istri kompak dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya.

Ketika seorang istri dan suami mengaji dan mengikuti kajian rutin, maka kedepannya akan sama-sama tau, mana hak dan kewajibannya, juga sama-sama bisa saling memberikan dukungan/support dan saling mengingatkan satu sama lain. Pada intinya, ketika berumah tangga dan menginginkan keberkahan, maka suami dan istri harus sama-sama belajar untuk lebih dekat kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Langkah yang pertama adalah sama-sama meniatkan diri untuk bisa menjadi lebih dekat dengan Allah subhanahu wa ta'ala, agar Allah meridhoi kita. Yang kedua ialah dengan menuntut ilmu, banyak mencari tau dan datang ke majelis-majelis ilmu, kira-kira apa sih yang Allah inginkan, bagaimana sih rumah tangga yang Allah ridhoi dan berkahi? Ketika sudah mengerti ilmunya maka harus diamalkan dalam kehidupan berumah tangga.

Menjadi Suami/Istri Yang Baik

Jika tidak tau sosok istri yang baik itu seperti apa, bagaimana mungkin bisa menjadi istri yang baik? Begitupun dengan suami, jika tidak tau sosok suami yang baik, maka tidak akan bisa menjadi suami yg baik. Jika sandaran kita adalah pengetahuan kita bahwa "baik" disini artinya kita memberikan semua yang istri dan anak inginkan, maka itu salah.

Baik disini harus berdasarkan perspektif Allah dan Rasul-Nya. "Baik"-nya harus sesuai dengan baik yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan, bukan baik menurut akal kita. Bukankah saat ini kebanyakan rumah tangga seperti demikian? Berumah tangga sesuai dengan perspektifnya, sesuai dengan sudut pandangnya, ini adalah suatu masalah.

Mari kita kembali ke masa-masa pacaran, kita memilih pasangan haram yang baik menurut perspektif kita, padahal semua yang terkait dengan pacaran sebelum menikah itu tidak ada yang baik.

Maka ketika sudah berumah tangga, hal-hal itulah yang harus diwaspadai. Baiknya suami pada istri, itu bukan baik menurut perspektif dia tapi harus baik menurut perspektif Allah dan Rasul-Nya.

Penutup

Jadi setelah pernikahan, kalau suatu rumah tangga menjalankan syariat Islam sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, sesuai dengan tuntunan syariat Islam, InsyaAllah keluarganya akan menjadi keluarga yang diberkahi dan diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada. Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain yang memiliki akhlak yang baik. (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, Ia berkata: hadist ini hasan shahih)

Jadi, ketika suatu saat kita berbuat dosa misalnya (Naudzubillah, jangan sampai), maka sertai dengan kebaikan. Isi sisa kehidupan kita dengan kebaikan, InsyaAllah ketika Allah ridha, kebaikan itu yang akan menjadi kifarat, penebus dosa-dosa kita.

Dan itulah yang terjadi pada Umar bin Khattab ketika dahulu kafir (belum masuk Islam), dosanya luar biasa banyak, membunuh anak, mabuk, berzina dan seterusnya. Ketika beliau sudah masuk Islam, Umar bin Khattab melakukan kebaikan di tempat-tempat dimana dahulu beliau pernah melakukan kemaksiatan.

Kata Umar bin Khattab: "Tidak ada satupun tempat dimana aku dahulu melakukan kemaksiatan, aku menggantinya dengan ketaatan."

📝 Catatan & Nasihat:

Jangan salah artikan artikel ini dengan menganggap bahwa pacaran sampai menikah itu dibenarkan, "yang penting setelah menikah menjalankan syariat", BUKAN BEGITU.

Untuk kamu yang masih pacaran, kamu sudah tau hukumnya, silahkan putuskan! dan carilah ilmu agama, dekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sungguh tulisan ini aku tujukan untuk yang sudah "terlanjur" menikah melalui jalur pacaran.

Wallahu a'lam bish-shawab,
Barakallahu fiikum.